Blog

Perkembangan Digital Economy di Indonesia

Digital Economy, khususnya e-commerce saat ini memiliki pangsa pasar yang sangat besar dan potensial untuk membangkitkan perekonomian nasional. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari meningkatnya pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun.

Menurut Survey Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia Tahun 2017 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia yang jumlahnya 262 juta jiwa, atau sekitar 54,68% dari total populasi penduduk Indonesia. Perkiraan nilai transaksi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sampai tahun 2017 mencapai hingga 140 triliun Rupiah. Dengan pangsa pasar seperti ini, e-commerce di Indonesia menjadi salah satu yang sangat diminati oleh pelaku usaha baik lokal maupun asing yang berinvestasi pada sektor e-commerce.

Dalam sebuah sistem e-commerce terdapat empat komponen yang diperlukan dalam melakukan transaksi online, yaitu store/marketplace, penjual dan pembeli, payment gateway, dan jasa pengiriman. Di Indonesia, wadah marketplace berbasis platform baru saja meraih kepopulerannya kurang dari 10 tahun terakhir, sementara payment gateway baru mulai populer kurang lebih 6 tahun belakangan ini. Dari sekian banyak pemain e-commerce baik lokal maupun asing yang menjalankan bisnisnya di Indonesia, sesuai dengan data survey iPrice pada tahun 2018, marketplace yang menduduki posisi teratas berdasarkan jumlah kunjungan ke website tiap bulannya, ranking aplikasi, jumlah pengikut di sosial media hingga jumlah karyawan, adalah sebagai berikut:

  • Lazada

Menduduki peringkat pertama paling top di Indonesia dengan jumlah kunjungan lebih dari 117.000.000 visit. E-Commerceyang dimiliki oleh Alibaba Group ini memiliki 556.000 pengikut Instagram dan 22.700.000 pengikut Facebook serta jumlah karyawan mencapai 1.479 orang;

  • Tokopedia

Tokopedia merupakan pemain lokal yang menduduki posisi kedua. Jumlah pengunjungnya tidak berbeda jauh dengan jumlah pengunjung Lazada yaitu 391.000 pengikut di Instagram dan 5.000.000 di pengikut Facebookdengan jumlah karyawan 1.611 orang;

  • Bukalapak

Bukalapak juga merupakan pemain lokal yang menduduki posisi ketiga dengan jumlah pengunjung 93.000.000 setiap bulannya. Dengan 258.000 pengikut Instagram dan 2.000.000 pengikut di Facebook, e-commerce rintisan pengusaha Achmad Zacky ini memiliki 1.233 karyawan yang tersebar di Jakarta dan Bandung;

  • Blibli

Blibli, anak usaha Grup Djarum ini menduduki posisi keempat dengan jumlah pengunjung 45.000.000 tiap bulannya. Memiliki 167.000 pengikut Instagramdan 7.300.000 pengikut di Facebook.Blibli memiliki karyawan yang paling sedikit yaitu 797 orang;

  • Shopee

Berasal dari Singapura, Shopee menduduki posisi kelima dengan jumlah pengunjung lebih dari 34.500.000 setiap bulannya. Diikuti dengan 712 pengikut Instagramdan 9.000.000 pengikut Facebook. Dipimpin oleh Chris Feng, Shopee memiliki 1.129 karyawan di Indonesia.

Sementara itu menurut survey dalam dua tahun terakhir, apabila ditinjau dari peringkat Startup Company berdasarkan nilai investasi yang telah ditanamkan adalah sebagai berikut:

Go-Jek, merupakan startup company yang didirikan pada tahun 2010 yang bergerak di bidang transportasi online, dengan investasi asing yang telah ditanamkan kurang lebih sebesar USD 3,300,000,000;

Tokopedia, merupakan startup company yang bergerak dalam bidang online marketplace yang memungkinkan individual dan pemilik bisnis untuk membuka toko online secara gratis, dengan investasi asing yang telah ditanamkan kurang lebih sebesar USD 1,100,000,000;

Akulaku, merupakan startup company yang bergerak dalam jasa keuangan yang memberikan pinjaman kepada pelanggannya tanpa membutuhkan adanya kartu kredit, dengan investasi asing yang telah ditanamkan kurang lebih sebesar USD 285,000,000;

PT Indo Lotte Makmur (iLOTTE), merupakan perusahaan joint venture dari Salim Grup dan Lotte Grup yang bergerak pada online retail, dengan investasi assina yang telah ditanamkan kurang lebih sebesar USD 100,000,000;

Pundi X, merupakan startup company yang bergerak di bidang penjualan dan pembelian cryptocurrency, dengan investasi asing yang telah ditanamkan kurang lebih sebesar USD 35,000,000.

Melihat potensi perkembangan perekonomian nasional yang besar di bidang e-commerce dan untuk menarik investor asing di bidang ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi (“DNI 2016”), yang membuka kesempatan besar bagi penanam modal asing untuk dapat berinvestasi pada sektor e-commerce. Kepemilikan asing yang sebelumnya sangat dibatasi, sekarang diperbolehkan mencapai 100%. Sebagai catatan, penanaman modal dalam sektor e-commerceyang terbuka bagi penanam modal asing hanya berlaku apabila penanam modal asing tersebut hendak melaksanakan penyelenggaraan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik berupa marketplace berbasis platform, daily deals, price grabber atau iklan baris online, sementara kesempatan untuk perdagangan digital secara eceran masih tertutup bagi penanam modal asing karena diutamakan untuk UMKM.

Dampak besar yang dihasilkan dari diterbitkannya DNI 2016 juga kemudian menarik Perusahaan travel asal Amerika Serikat yaitu Expedia, berinvestasi di Traveloka sebesar USD 350,000,000 pada tahun 2017. Perusahaan teknologi besar asal China yakni Alibaba juga berinvestasi di Indonesia pada awal tahun 2018. Saat ini Alibaba sendiri telah memegang dua marketplace terpopuler di Indonesia yakni Tokopedia dan Lazada. Tidak hanya Alibaba, pada akhir tahun 2018 dikabarkan Amazon akan berinvestasi sebesar Rp. 14.000.000.000.000 pada sektor e-commerce ini.

Terlepas dari perkembangan e-commerce yang sangat pesat, peraturan terhadap kebijakan e-commerce di Indonesia masih sangat minim. Sampai dengan saat ini, kebijakan e-commerce di Indonesia masih berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU Perdagangan”), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). E-commerce dalam UU Perdagangan sendiri dikenal dengan nama Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PMSE”). Sebagaimana diamanatkan dalam UU Perdagangan, diperlukan adanya peraturan pemerintah terkait pelaksanakan PMSE tersebut, namun hingga tulisan ini dipublikasikan, peraturan pemerintah terkait pelaksanaan PMSE tersebut belum ada dan masih hanya berupa Rancangan Peraturan Perundang-Undangan Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (“RPP TPMSE”), meski RPP tersebut telah dirancang oleh Pemerintah sejak tahun 2015.

Dalam RPP tersebut, Pemerintah setidaknya mensyaratkan beberapa hal terkait e-commerce, sebagai berikut:

  • Pelaku bisnis e-commercememiliki identitas hukum yang jelas;
  • Mewajibkan transaksi lintas Negara memenuhi ketentuan ekspor dan impor; dan
  • Seluruh pelaku usaha e-commercewajib menyampaikan data kepada Kementerian Perdagangan.

Menarik untuk dicermati apakah pemerintah akan mewajibkan seluruh pelaku bisnis e-commerceini memiliki pendaftaran di Indonesia. Apabila pendaftaran ini diwajibkan, maka seluruh pelaku bisnis e-commerce asing, baik penyedia platform marketplace ataupun payment gateway, harus setidak-tidaknya berbentuk permanent establishment atau Badan Usaha Tetap. Hal ini tentunya tidak mudah untuk diaplikasikan mengingat rata-rata pelaku bisnis e-commerce adalah penyedia jasa layanan Over-the-Top (OTT) yang tidak atau belum memiliki BUT di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan Peraturan Bank Indonesia No. 19/8/PBI/2017tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), tidak jelas apakah transaksi perdagangan internasional nantinya akan dianggap sebagai transaksi domestik mengingat adanya keharusan pelaku bisnis OTT memiliki local presence di Indonesia.

Intisari dari e-commerce adalah kemudahan dan pilihan. Kemudahan berbelanja atau bertransaksi yang sangat disukai oleh konsumen, dan terdapatnya banyak pilihan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pedagang eceran tradisional membuat e-commerce menjadi pilihan. Namun dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.04/2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman yang membatasi impor atas pembebasan bea masuk dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 75.00 (tujuh puluh lima United States Dollar), dan ditambah dengan rumitnya perijinan ekspor-impor, pilihan atas barang dan jasa yang dapat ditawarkan oleh e-commerce platform menjadi terbatas juga, terlebih apabila tidak ada barang sejenis buatan lokal.

RPP TPMSE sangat diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih, tidak hanya terhadap konsumen (karena identitas pelaku usaha jelas) namun juga terhadap pelaku usaha (RPP TPMSE akan memberikan lapangan bermain yang setara/equal playing field karena ada kewajiban untuk menyampaikan data aktifitas kepada Kementerian Perdagangan).

Terlepas dari terbatasnya perangkat hukum yang ada, yang penting dan harus menjadi perhatian pemerintah adalah soal penegakan hukum terhadap pelanggaran yang mungkin terjadi di bidang ini. Mulai dari penyalahgunaan dan pencurian data konsumen, penipuan, pemalsuan produk, pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, kejahatan cyber, adalah sebagian dari sekian banyak pelanggaran yang dapat terjadi di bidang e-commerce.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan adanya perhatian khusus dalam mengembangkan RPP TPMSE ini, tidak hanya supaya e-commerce yang sedang berkembang pesat ini tidak menjadi surut akibat regulasi yang mempersulit pelaku usaha, namun juga agar penegakan hukumnya berjalan.

Marizca Rachel Poluan

[email protected]

Vania Sebayang

[email protected]

Contact Detail

Follow Us

© 2022 Legisperitus Lawyers